klise
Dari sekian banyak karya Murakami yang baca, selalu ada kisah dimana si tokoh 'aku' kehilangan perempuan yang tidur dengannya baik berstatus istri ataupun diluar status itu. Kehilangan itu dapat berupa cerai, tidak bertemu kembali, menikah dengan orang lain, berselingkuh atau memutuskan hubungan pasca aborsi. Meski si 'aku' sudah menikah atau bersama dengan perempuan lain kisah tersebut selalu tertuang berupa kilasan balik.
Namun, yang menjadi pertanyaan adalah apakah hal tersebut dirasakan langsung oleh Murakami kemudian muncul sebagai perasaan yang mempengaruhi kewarasan diri ataupun norma kesusilaan? Hingga selalu ada dalam setiap prosanya sebagai beban dan rasa bersalah(?). Namun, disisi lain si 'aku' di gambarkan tidak pernah mempertanyakan mengapa perempuan tesebut meninggalkannya. Asumsi saya adalah si 'aku' adalah laki-laki terstruktur yang menjalankan harinya sesuai planning kemudian jikalau ada hal yang diluar kendalinya dia akan merelakannya begitu saja, asumsi kedua adalah perempuan tersebut mencari hal yang tidak si 'aku' punya pada laki-laki lain?
Lantas mengapa si 'aku' tidak pernah mempertahan perempuan tadi? Pertanyaan pertama apakah dia tidak bisa lagi memenuhi kebutuhan si perempuan karena dia selalu merasa cukup akan sesuatu(?) Maksudku dia lebih memilih kemerdekaan perasaannya dibandingkan harus bergelut dengan serangkaian peristiwa untuk mempertahankan perempuan tadi. Pertanyaan kedua adalah apakah si 'aku' memang terlalu sibuk akan diri sendiri sehingga dia tidak pernah menyadari perubahan dalam hubungan mereka kemudian dia menganggap bahwa setiap keputusan pasangannya adalah mutlak?.
Hal-hal seperti itu terus bergumul dalam angan saya, pertanyaan apakah seperti ini hubungan orang dewasa? Seperti naskah klise yang semua orang tahu akhir dari naskah tersebut sehingga pasti akan surut peminat. Kemudian saya sadari bahwa orang dewasa cenderung menghindari pertengkaran guna terkendalinya emosi, namun entah mengapa dalam sudut pandang saya sikap tersebut nampak bahwa laki-laki tersebut tidak pernah serius denganmu. Sepertinya mereka memandang asalkan kau hidup dengan lurus aku menjalankan apa tugasku dan kamu menjalankan apa tugasmu semuanya berjalan dan kita akan terus bersama meski tanpa bercinta, tidak ada pujian, tidak ada kisah sedih ataupun jengkel yang harus dibagi ataupun hal-hal lain yang tidak terduga diluar kendali kita. Bagi saya jika hidup dengan seperti itu sia-sia sudah arti sebuah hubungan, jika seorang bisa independen lantas untuk apa dia menjalin sebuah hubungan?
Hanya sebuah tokoh fiksi namun saya begitu menanggapinya dengan berbagai kemungkinan kemudian menghadirkan sebuah rasa skeptis mengenai hal-hal tadi yang bisa saja terjadi di dunia nyata, kemudian berdiri juga pendirian yang tidak sadar sudah saya bangun sendiri yang tertuangkan dalam kalimat “saya sadari bahwa saya dapat mengarungi dua sampai tiga pulau meski diterjang ombak dan badai malam” nampak seperti sebuah ancaman, seolah-olah saya independen dan optimistis mengenai kehidupan yang akan datang, juga seperti sebuah statement yang dibuat oleh feminis (?).
Komentar
Posting Komentar