Diksi Dinamis
Rabu, 15 Oktober 2020.
Hari ini saya sedang semangat menulis, hehehe, guru saya ingin saya menanam yang hasilnya baru bisa di panen 5 tahun kedepan. Karena memang tidak terbebani jadi ya saya jalankan saja, toh mengarahkannya ke hal yang sangat positif, selagi muda dan bisa. Kenapa tidak?
Hari ini saya ingin menulis tentang dinamisnya diksi saya, banyak peralihan, serapan juga terapan dalam sekitar 3 tahun terakhir, naik turunnya saya rasakan juga sekarang sudah bisa mengoreksi dimana letak kesalahannya. Marilah kita mulai.
Jadi awal mulanya saya menulis ketika mengikuti semacam ajang literasi yang diadakan oleh pemerintah kabupaten kota, saya terpilih (sedikit paksaan) menjadi anggota dan melaksanakan kegiatan literasi tersebut selama kurun waktu 7 bulan. Bulan pertama saya merasakan sulitnya konsisten membaca buku nonfiksi karena rutinitas memang tidak terbiasa berliterasi. Lalu bulan kedua saya mulai terbiasa tepatnya sekitar setelah 21 hari. Saya mulai tidak jenuh membaca karena memang buku yang saya baca mulai memasuki bagian konflik.
Lalu di bulan ketiga (kami) para peserta di tuntut untuk bisa menghasilkan sebuah karya berupa prosa, baik puisi maupun cerpen. Disanalah cikal bakal diksi saya bermula. Karena masih menjadi litelatur pemula sangat pasti kesulitan dalam menuangkan apa yang ada di pikiran dan yang akan di tuliskan, karena banyak pertimbangan ketakutan salah menyusun kalimat dan masih tidak tersusunnya tanda baca, membuat saya sering di teke oleh sang guru pembimbing. Untung beliau sabar membimbing saya dalam segala aspek, memberikan dukungan, kritik juga saran yang disertai sedikit teke-an. Ngak apa beliau sayang sama saya.
Setelah lancar menulis, diksi dalam menulis dan pemilihan kata masih mengikuti gaya Fiersa Bersari. Kemarin lusa saya menemukan dokumen dokumen hasil tulisan selama 3 tahun kebelakang, ternyata diksinya melodrama dan agak memaksakan, banyak draf dan seperti menggurui. Yang lucu adalah semua tulisan-tulisan tersebut isinya galau semua. Ahahaha... Saya menulis ketika patah hati dan bawa perasaan saja, atau menang saya sedang senang menulis yang agak galau?
Yang buat malu adalah, saya ingat tulisan tulisan tersebut pernah saya bagikan ke guru pembimbing. Ya mungkin dulu diksi tersebut memberikan rasa senang dan nyaman. Tapi hari ini, saya membacanya malah geli, yah... Mau bagaimana lagi, namanya juga proses dalam berliterasi, semoga kedepannya saya bisa mempertahankan diksi senatural ini, nanti bersua kembali. Hujan turun, saya punya jemuran nanti malah nyuci dua kali. Nanti bersua kembali terimakasih. :)
Komentar
Posting Komentar